About Charon.com

Manual Description Here: Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis.

Pentingnya STR, NIRA dan SIPP Bagi Perawat



STR, NIRA dan SIPP Adalah Merupakan Sesuatu yang harus dimiliki Oleh Seoarang Perawat, Sebab Menjadi Perawat adalah Sebuah Profesi Yang sangat Beresiko Tinggi yang setiap harinya menghadapi orang sakit, Sekarat, Bahkan yang Sudah Meninggal.

Walaupun Bekerja dengan Baik, yang mana Seorang Perawat Sudah Mengikuti aturan Kerja ( Standar Operasional Prosedur ) Keperawatan, akan tetapi itu tidak sepenuhnya dapat menjamin kalau kita dapat terhindar dari Kecelakaan Kerja, Seperti Keterlambatan dan Kelalaian Melakukan Tindakan Medis yang Mungkin kita tidak Melakukan Kesengajaan tersebut.
Maka dari itu kita Juga harus Menyiapkan sesuatu untuk menghindari Segala Sesuatu yang tidak kita harapkan. seperti Tuntutan hukum dari Keluarga Pasien. Oleh sebab itu dihimbau Kepada Rekan Sejawat agar sesegera mungkin untuk Menyiapkan Tameng hukum untuk perawat, Tentunya itu adalah STR, Nira dan SIPP.
Seperti Pepatah bijak Mengatakan Siapkan Payung Sebelum Hujan dan Pepatah Medis Juga Mengatakan Lebih Baik Mencegah dari Pada Mengobati..

Perawat merupakan seorang yang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik didalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan (UUK. No. 38 tahun 2014).
Pemberian asuhan keperawatan merupakan tugas praktik keperawatan yang merupakan rangkaian interaksi perawat dengan klien dan lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian klien dalam merawat dirinya.
Dalam menjalankan praktik keperawatan perawat dituntut untuk memiliki NIRA, STR, dan SIPP hal ini sesuai dengan perautaran perundang-undangan, permenkes, dan juga peraturan organisasi profesi yang diakui oleh perundang-undangan yakni PPNI, mengapa NIRA, STR, & SIPP WAJIB dimiliki oleh perwat, berikut penjelasanya yang dianalisis dari Undang-Undang Keperawatan No. 38 Tahun 2014 dan AD/ART PPNI.


STR (Surat Tanda Registrasi)

CONTOH STR
STR merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) kepada perawat yang telah LULUS UJI KOMPETENSI (telah memiliki sertifikat kompetensi). UKOM (Uji Kompetensi) diselenggarakan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI Kemenristekdikti). Dengan memiliki STR menandakan perawat tersebut Kompoten dan bisa bekerja dipelayanan keperawatan baik difasilitas kesehatan ataupun mandiri. Persyaratan pengurusan STR perawat cukup menyediakan berkas (FC Ijazah Ners/Diploma, Sertifikat Kompetensi, & surat rekomendasi dari PPNI Provinsi) dan diajukan ke Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) yang berkantor di Dinas Kesehatan Provinsi.







NIRA (Nomor Induk Registrasi Anggota)

NIRA tertera Pada Kartu Anggota PPNI
NIRA dikeluarkan oleh Dewan Pengurus Pusat (DPP) PPNI yang berlaku secara Nasional. Seorang perawat yang memiliki NIRA berarti perawat tersebut telah tercatat sebagai Anggota PPNI. Dalam pengurusan NIRA terbilang mudah perawat cukup mengakses di Stus Resmi PPNI, setelah itu melapor ke komisariat/ppni kab/kota telah melakukan pendaftaran NIRA secara online dan membayar besaran uang pangkal bagi anggota baru Rp. 100.000 ditambah iuran anggota sebesar Rp. 200.000 + Rp. 60.000 (unti ICN/Internation Council Nursing) jadi total pembayaran untuk menjadi anggota PPNI Rp. 360.000 (Rp. 100.000 uang pangkal & Rp. 260.000 iuran /tahun) hal ini sesuai dengan amanah AD/ART PPNI.
Apakah Anda Sudah Memiki Nomor Keanggotaan ( NIRA )???? Kalau belum Segera daftarkan diri Anda pada Link Berikut Klik disini

SIPP (Surat Ijin Praktik Perawat)
SIPP bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada perawat sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik keperawatan. Untuk pengurusan SIPP perawat mengajukan berkas (STR, Rekomendasi PPNI Kab/kota domisili) diajukan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dimana perawat tersebut berdomisili. SIPP diberikan kepada perawat paling banyak 2 (Fasilitas kesehatan 1 dan Praktik Mandiri 1) untuk praktik mandiri perawat wajib mencantumkan papan praktik keperawatan.
Jadi dengan memiliki NIRA, STR, & SIPP perawat tersebut telah mematuhi aturan perundang-undangan sehingga dalam menjalankan praktik keperawatan perawat merasa aman dan nyaman.
Read More...

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TETRALOGI OF FALLOT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN  DENGAN TETRALOGI OF FALLOT
  
Tetralogi fallot (TF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten,atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral  akibat adanya pirau kanan ke kiri.

Tetralogi of Fallot adalah suatu penyakit dengan kelainan bawaan yang merupakan kelainan jantung bawaan sianotik yang paling banyak dijumpai.  dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten,atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral  akibat adanya pirau kanan ke kiri. Dari banyaknya kasus kelainan jantung  serta kegawatan yang ditimbulkan akibat kelainan jantung bawaan ini, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan  yang tepat (Staf IKA, 2007).
Tetralogi of fallot adalah penyakit jantung kongentinal yang merupakan suatu bentuk penyakit kardiovaskular yang ada sejak lahir dan terjadi karena kelainan perkembangan dengan gejala sianosis karena terdapat kelainan VSD, stenosispulmonal, hipertrofiventrikel kanan, dan overiding aorta (Nursalam dkk, 2005). Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel. Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan penyempitan. Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal. Overiding aorta merupakan keadaan dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan.
Tetralogi of fallot paling banyak ditemukan dimana TOF ini menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel, defek septum atrium duktus arteriosus, atau lebih kurang 10 % dari seluruh penyakit bawaan, dan merupakan penyebab utama diantara penyakit jantung bawaan sianostik. 95% dari sebagian besar bayi dengan kelainan jantung tetralogi of fallot tidak diketahui, namun berbagai faktor juga turut berperan sebagai penyebabnya seperti pengobatan ibu ketika sedeang hamil, faktor lingkungan setelah lahir, infeksi pada ibu, faktor genetika dan kelainan kromosom.
Insidens tetralogi of fallot di laporkan untuk kebanyakan penelitian dalam rentang 8 – 10 per 1000 kelahiran hidup. Kelainan ini lebih sering muncul pada laki – laki daripada perempuan. Dan secara khusus katup aorta bikuspid bisa menjadi tebal sesuai usia , sehingga stenosis bisa timbul. Hal ini dapat diminimalkan dan dipulihkan dengan operasi sejak dini. Sehingga deteksi dini penyakit ini pada anak – anak sangat penting dilakukan sebelum komplikasi yang lebih parah terjadi. Oleh karena itu, kami membuat makalah ini agar bermanfaat untuk memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya pembaca makalah ini yang membahas kelainan jantung tetralogy of fallot serta asuhan keperawatan yang tepat untuk mengatasi masalah ini.
Untuk Download Dokumennya Klik disini !!!Semoga Bermanfaat
Read More...

Menyesal Karena Menolak Pemberian Vaksin

 
Sudah Terlambat Untuk Menyesal

Pemahaman yang salah mengenai vaksinasi bukan hanya terjadi di Indonesia. Masyarakat di beberapa negara maju pun masih ada yang menganggap vaksin atau imunisasi tidak perlu diberikan kepada putra-putri mereka.
Alasannya, mereka khawatir anak mereka justru akan menjadi sakit jika divaksin. Tara Hills adalah seorang ibu di Kanada yang mempercayai pendapat ini.
“Saya ingin membuktikan bahwa (pemahaman) kami benar,” kata Hills. “Namun kemudian kami sadar kalau pemahaman itu ternyata salah.”
Tara Hills dan anak-anaknya terpaksa terisolasi dalam rumah mereka sendiri, karena ke-7 anak itu menderita pertusis atau yang juga dikenal dengan batuk rejan. batuk 100 hari ( Pertusis ) adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan penderitanya akan mengalami batuk parah, kadang hingga sulit untuk bernafas.
Di negara maju seperti Kanada, penderita penyakit menular seperti batuk rejan, bahkan flu ringan sekalipun, dianjurkan tidak bepergian karena dikhawatirkan akan menularkan penyakitnya pada orang lain. Mereka harus tinggal di rumah atau rumah sakit sampai sembuh total.

Jumlah peminat vaksin semakin menurun

Laju vaksinasi di Kanada dan Amerika Serikat sempat menurun di beberapa kelompok masyarakat. Sebagian besar karena dipicu meningkatnya skeptisisme tentang bahaya imunisasi yang menyebar di internet, bahkan ketika bukti ilmiah tentang keamanan dan efektifitas vaksin telah disosialisasikan.
Sebuah studi kontroversial di tahun 1998 mengkorelasikan antara vaksin campak dengan autisme. Akibatnya, jumlah peserta vaksinasi pun menurun. Sedangkan jumlah penderita batuk rejan dan campak belakangan ini malah meningkat di kedua negara maju tersebut.

‘Siapa yang harus kami percayai?’

Meski demikian, apa yang dialami keluarga ini bukan hanya kesalahan Nyonya Hills sepenuhnya. Dalam blog TheScientificParent.org, ia menuliskan alasan penolakannya terhadap vaksinasi. Ia mengakui telah memvaksinasi tiga dari tujuh anaknya, dan tak lagi melakukannya karena didera rasa takut.

Gerakan menolak vaksin yang sedang tren di beberapa negara ternyata mendatangkan penyesalan bagi seorang ibu di Kanada.

“Kami berhenti (memberikan vaksinasi) karena khawatir dan tidak tahu siapa yang harus kami percayai,” tulisnya. “Apakah kalangan medis merupakan bagian dari konspirasi besar? Apakah vaksinasi masih diperlukan saat ini?
Apakah kami telah membahayakan keselamatan anak-anak tanpa kami sadari? Tak ada asap tanpa api, jadi kami tak punya pilihan selain berdiam diri dan berharap semua baik-baik saja.”
Rasa khawatir Nyonya Hills semakin menjadi ketika ia mendengar seorang tetangga terkena campak.”Saya membaca kembali semua ulasan ilmiah dan bukti tentang kekebalan (setelah mendapat imunisasi). Akal sehat saya pun menjadi tercerahkan dan sadar tentang tanggung jawab sosial kami kepada sesama manusia.
Ini saatnya saya melakukan sesuatu yang benar. Saya segera menemui dokter keluarga dan kami bersama-sama membuat jadwal vaksinasi untuk anak-anak saya,” tulisnya.
Selanjutnya di halaman berikut, ketujuh anaknya terkena batuk rejan (pertusis)…

Penyesalan selalu datang terlambat

Apa boleh buat, beberapa saat menjelang vaksinasi, tujuh anak Nyonya Hills mendadak terjangkit batuk rejan. Tentu ini sangat ironis karena vaksin anti batuk rejan sudah diproduksi di Kanada sejak 70 tahun silam.
“Saat ini keluarga saya harus menanggung konsekuensi akibat informasi yang salah dan kekhawatiran yang berlebihan tentang vaksin,” tulis Hills. “Saya bisa memahami jika para keluarga di lingkungan kami marah, karena batuk rejan yang diderita anak kami bisa menular pada anak-anak mereka.
Saya ingin mereka paham bahwa keputusan menolak vaksin saat itu saya buat justru untuk melindungi anak-anak kami. Dan saya akan berusaha sedapat mungkin untuk mengubah pendapat para orangtua lain yang masih anti vaksinasi.”
“Kami berubah pikiran tentang vaksin setelah tercerahkan oleh ilmu pengetahuan. Dan kami harus melalui jalan yang berat untuk mendapatkannya,” pungkas Hills.
Parents, semoga Anda pun semakin tercerahkan tentang manfaat vaksin bagi anak-anak kita.
Referensi : www.washingtonpost.com
Read More...

Askep Leukimia.Pdf

Askep Leukimia.Pdf
 Leukemia 
adalah istilah umum yang digunakan untuk keganasan pada sumsum tulang dan sistem limpatik (Wong, 1995). Sedangkan menurut Robbins & Kummar (1995), leukemia adalah neoplasma ganas sel induk hematopoesis yang ditandai oleh penggantian secara merata sumsum tulang oleh sel neoplasi. Akut Limfoblastik Leukimia (ALL) adalah bentuk akut dari leukemia yang diklasifikasikan menurut cell yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa lymphoblasts. Pada keadaan leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Ngastiyah, 1997). Akut Limfoblastik Leukimia (ALL) merupakan penyakit yang paling umum pada anak (25% dari seluruh kanker yang terjadi). Di Amerika Serikat, kira-kira 2400 anak dan remaja menderita ALL setiap tahun.Insiden ALL terjadi jauh lebih tinggi pada anak-anak kulit putih daripada kulit hitam. Perbedaan juga tampak pada jenis kelamin, dimana kejadian ALL lebih tinggi pada anak laki-laki kurang dari 15 tahun. Insiden kejadian 3,5 per 100.000 anak berusia kurang dari 15 tahun. Puncak insiden pada umur 2-5 tahun dan menurun pada dewasa (Supriatna, 2002).
 Apakah anda membutuhkan Askep, Silahkan diDownload disini !!!
Read More...
  Infark miokard akut
 Infark miokard akut) adalah sebuah kondisi kematian pada miokard (otot jantung) akibat dari aliran darah ke bagian otot jantung terhambat atau juga terganggu.
Infark miokard akut ini disebabkan Karena adanya penyempitan atau pun sumbatan pembuluh darah koroner. Dan pembuluh darah koroner ini adalah pembuluih darah yang memberikan makan serta nutrisi ke otot jantung untuk menjalankan fungsinya.
Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan irreversibel dalam 3 – 4 jam. Secara morfologis, infark miokard akut ini dapat terjadi secara transmural atau subendocardial. Akut Miokard Infark transmural mengenai seluruh bagian dari dinding miokard dan juga terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada kejadian Akut Miokard Infark subendocardial nekrosis terjadi hanya pada bagian dalam dinding ventrikel jantung.

Tanda-tanda dan gejala :

Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dada (angina pektoris) dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang, bahkan ke punggung dan epigastrium. Angina pektoris berlangsung lebih lama dan tak responsif dengan nitrogliserin. Kadang-kadang terutama pada pasien dengan diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau terjadi sinkope.

Pasien sering terlihat dan tampak ketakutan. Walaupun infark miokard akut ini dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner namun bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium.

Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal. Dapat ditemui Bunyi Jantung yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru. Takikardia, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding dada pada infark miokard akut inferior.

Patofisiologi
 
Dua jenis komplikasi penyakit IMA terpanting ialah komplikasi hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA, daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction,isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri diatas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). 
Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebabkan karena daerah infark tetapi juga daerah istemik disekitarnya. Miokard yang relatif masih baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsang adrenergik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik.bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. 
Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diatolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodelling ventrikel yang nantiya akan mempengaruhi fungsi ventrikel, timbulnya aritmia dan prognosis.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang, fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropfi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsang dan kepekaan terhadap rangsang. Sistem saraf autonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.
Komplikasi
       Oedema paru akut adalah timbunan cairan abnormal dalam paru,baik di rongga interstisial maupun dalam alveoli. Oedema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes ke luar dan menimbulkan dispnu yang sangat berat. Oedema terutama paling sering ditimbulkan oleh kerusakan otot jantung akibat MI acut. Perkembangan oedema paru menunjukan bahwa fungsi jantung  sudah sangat tidak adekuat.
b.      Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat.
c.       Syok kardiogenik adalah terjadi ketika jantung tidak mampu mempertahankan kadiak output yang cukup untuk perfusi jaringan. Hal ini biasanya muncul setelah adanya penyakit infark miokardial.
d.      Efusi prekardial adalah mengacu pada masuknya cairan ke dalam kantung pericardium.
e.       Rupture miokard adalah sangat jarang terjadi tetapi, dapat terjadi bila terdapat infark miokardium, proses infeksi, penyakit infeksi, penyakit pericardium atau disfungsi miokardium lain yang membuat otot jantung menjadi lemah.
f.       Henti jantung adalah bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut, akibatnya terjadi penghentian sirkulasi yang efektif.
Penatalaksanaan Pasien dengan Infark Miocard Acut  
1.      Monitor EKG, siapkan defibrilator untuk kemungkinan librilasiventrikel.
2.      Beri oksigen  2-4 liter / menit.
3.      Pasang IV line (dex rose 5 %, Nacl  0,9 %).
4.    Hilangkan rasa sakit dengan oral / iv nitrat bila ada angina. Kalau sakit IMA beri Morphin Sulphat 
     2 – 5 mg iv (pada anterior infark), dapat diulangi 5 – 30 menit sampai sakit hilang atau Phetidin HCl 
     25 – 50 mg iv (pada inferior infark).
5.      Indikasi untuk terapi trombolitik
     a.  Klinis jelas IMA dan elevasi segmen ST > 2mm diprecordial atau 1 > mm disandapan 
         ekstremitasdan tidak ada kontraindikasi.
     b.  Masih dalam batas waktu 12 jam sejak awal sakit dada.
      Pemeriksaan yang segera dilakukan 
  •  EKG diulangi selama 3 hari berturut – turut.
  •  Foto Thorax
  • Elektrolit, glukosa dan ureum darah.
  •  Enzym jantung.
6.      Periksa 6 – 8 jam setelah serangan, apakah ada komplikasi ?
      Edema parau, hipotensi, mitral insufiensi, VSD, aritmia atau gangguan hantaran. Bila tidak ada 
      komplikasi
7.      Tirah baring  dengan monitor EKG 24 – 48 jam, sampai kondisi stabil diikuti rehabilitasi. Perawatan
      7 – 10 hari.
8.      Pencegahan trombosis vena dalam
9.      Diazepam 5 mg untuk mengurangi kecemasan.
10.  Pengobatan Non Trombolitik
      a.       Beta bloker
      b.      Anti koagulan dan anti pletelet
      c.       Pencegahan emboli arteri
      d.      Mengurangi kejadian perluasan infark dan kematian
      e.       Mengurangi kejadian reoklusi dini dan kematian setelah reperfusi yang berhasil dengan obat 
            trombolitik.
      f.       Pencegahan sekunder terhadap infark dan kematian
11.  Rekomendasi untuk 2 – D ECHO waktu istirahat
12.  Rehabilitasi sesuai protokol.

Read More...

Cara Menangani Trauma Kapitis

Lakukan dengan Segera Mungkin !!!
 
Langkah yang tentutanya harus diketahui untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien adalah melakukan pemeriksaan GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai Tingkat Kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.

Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat.
       Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik) :

(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang
       nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
       rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki
       extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat Kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…
Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :

Berdasarkan Beratnya : 
  1. GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)
  2. GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)
  3. GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)

Berdasarkan Morfologi :
  1. Fraktur tengkorak
  2. Kalvaria Linear, Stelat, Depresi, NonDepresi,
  3. Terbuka, Tertutup

PENATALAKSANAAN MEDIS

CKR (Cidera Kepala Ringan)

Definisi     : Penderita sadar & berorientasi (GCS 14 – 15 ) CKR 80% UGD, Sadar, Amnesia, Pingsan
                 sesaat pulih sempurna, Gejala sisa ringan.
Anamnesa : Nama, Umur, Jenis kelamin, Ras, Pekerjaan, Mekanisme dan waktu cedera.
                 Sadar atau tidak sadar, Tingkat kewaspadaan,amnesia Antegrad / Retrograd, Sakit kepala.
  • Pemeriksaan umum : Tensi, Nadi, Respirasi, Luka-luka tempat lain.
  • Pemeriksaan mini neurologik : GCS, Pupil, Reaksi cahaya, Motorik.
  • Foto polos kepala : Jejas kepala 
  • CT-Scan kepala : Atas indikasi
  • Indikasi rawat : Pingsan > 15 : PTA > Jam, Pada OBS. Penurunan kesadaran, SK >>, Fraktur,
    Otorhoe / Rinorhoe, Cedera penyerta, CT-Scan ABN, Tidak ada keluarga, Intoksikasi alkohol /
    Obat-obatan.
  • Indikasi pulang : Tidak memenuhi kriteria rawat, Kontrol setelah satu minggu.
 Pesan untuk penderita / keluarga :
  • Segera kembali ke Rumah Sakit bila dijumpai hal-hal sbb : Tidur / sulit dibangunkan tiap 2 jam, mual dan muntah >>, SK >>, Kejang kelemahan tungkai & lengan, Bingung / Perubahan tingkah laku, Pupil anisokor, Nadi naik / turun.

CKS (Cidera Kepala Sedang)
Definisi :
Penurunan kesadaran, Masih mampu mengikuti perintah sederhana ( GCS 9 – 13 ).
  • Pemeriksaan awal : Sama dengan CKR + Pem. Darah sederhana. Pem.CT-Scan kepala, Rawat untuk observasi.
  • Setelah rawat : Pem. Tanda vital & Pem.Neurologik periodik, Pem. CT-Scan kepala ulang bila ada pemburukan.
  • Bila membaik: Pulang, Kontrol poli setelah 1 minggu
  • Bila memburuk : CT-Scan kepala ulang = CKB.
CKB (Cidera Kepala Berat)
 Definisi :
 Penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana OK. Kesadaran menurun ( GCS 3 – 8 )
  • Penatalaksanaan : ABC (AirWay, Breathing, Circulation).
  •  Cedera otak sekunder. 100 Penderita CKB, Hipoksemia ( PAO2 < 65mm HG ) 30 %, Hipotensi ( Sistolik < 95mm HG ) 13 % Anemia ( HT < 30 % ) 12 %.
  • Hipotensi mati 2 X, Hipotensi + Hipoksia mati 75 %
  • Pemeriksaan mini neurologik, Pemeriksaan CT-Scan kepala.
  • Kepala lebih tinggi 10 - 30 derajat ( Head Up )
  • Intubasi,  Pasang infus RL /NaCl 0,9 %,  Pasang catheter
  • Obat – obatan : Manitol 20 % : 1 – 2 mg/ Kg.BB, 3 X Pemberian, Tetesan cepat : TD SIST,        > 100 mmHg. Anti konvulsan, Hiperventilasi, pada kasus TTIK untuk mengeluarkan CO2.
Berperan pada hampir seluruh kematian akibat trauma. Di amerika merupakan penyebab kematian
terbanyak pada kelompok usia 15 - 44 thn, laki-laki > wanita.
Glasgow : 151 Otopsi PD.CK 91% Ikshemi
  
Hasil akhir optimal.
  • Cepat dan sistematis --> Transportasi ke RS, UGD Perawatan intensif.
  • Dokter dan perawat terlatih : Pengelolaan awal, Jalan napas, Hemodinamik, Status Neurologik
 
Read More...

Cara Menangani Gigitan Ular


A. Pengertian:
  • Perubahan multi organ secara cepat akibat gigitan ular dengan tanda yang jelas dan dapat menimbulkan kematian secara mendadak.
B. Jenis:
  • Famili Elapidae: Ular welung,welang sendok, ular anang, ular cabai
  • Famili Crotalidae: Ular tanah, Ular hijau, alau bandotan puspo
  • Famili hydropidae: Ular laut
  • Famili Colubridae: Ular pohon
EFEK BISA ULAR
  • Neurotoksik
  • Hemoragik
  • Trombigenik
  • Sitotoksik
  • Antifibrin
  • Antikoalgulan
  • Kardiotoksik
  • Gangguan vaskuler (merusak  tunika intima)
  • Menghasilkan zat: kinin, histamin, slow reacting substance
Klasifikasi dan Tindakan menurut (Schwartz )
Derajat               : 0 ( Nol )
Gambaran khas :  Luka +,Nyeri-/+,edema/ eritema < 3cm/12jam
ABU                   : Belum diberikan, nilai dalam 12 jam, bila meningkat berikan
Derajat  I ( Satu )
Gambaran Khas         :  Luka +,Nyeri +, edema/ eritema 3-12 cm/12 jam
ABU (Anti Bisa Ular) :  Belum diberikan, nilai dalam 12 jam, bila meningkat berikan
Derajat II ( Dua )
  1.  Gambaran Khas : Luka +, nyeri +++, edema/ eritema 12-25 cm/12 jam
  2. Neurotoksik, mual  Pusing, syok 
Pemberian ABU (Anti Bisa Ular) :  3 - 4 vial
Derajat III (  Tiga )
Gambaran Khas          : Luka +, nyeri +++, edema/eritema > 25 cm/12 jam,perdarahan kulit, syok
Pemberian ABU          :  5 - 15 vial
Derajat IV ( Empat )
Gejala Khas                : Luka +, nyeri +++ edema/ eritema > elstremitas, GGA, koma ,Perdarahan
Pemberian ABU          :  Berikan penambahan  6 – 8 Vial

1. Jenis Gigitan Ular :Famili Elapidae
    Tanda dan Gejala :
  1. Sakit ringan-berat
  2. Kerusakan kulit bekas gigitan
  3. Melepuh
  4. Paralisis urat wajah, bibir, lidah
  5. Susah menelan
    Tindakan :
  1. A.B.C
  2. Monitor keseim bangan cairan
  3. Terapi profilaksis
  4. Menetralkan bisa yg masuk
  5. Mengatasi efek lokal
2. Jenis Ular Famili Viperids.
    Tanda dan Gejala :
  1. Muntah
  2. Kolik
  3. Diare
  4. Perdarahan bekas gigitan
  5. Edema paru
Tindakan :
  1. A.B.C
  2. Menetralkan bisa yg masuk kesirkulasi
  3. Mengatasi efek lokal
  4. Monitor keseimbangan cairan
3. Jenis Ular Famili hydropoid
Tanda Dan Gejala :
  1. Nyeri menyeluruh
  2. Lidah terasa tebal
  3. Muntah
  4. Spasme rahang
Tindakan :
  1. Memperlambat absorbsi
  2. Mengatasi efek lokal
ANTI TOKSIK :
  • Efektif dalam 12 jam
  • Kebutuhan anak lebih banyak dibanding orang dewasa
  • Uji sensitifitas harus dilakukan sebelum pemberian
  • Pemberian IV dengan diencerkan 500-1000 ml normo salin dengan kecepatanmeningkat setiap 10menit
  • Dosis total harus diinfus selama 4-5 jam pertama setelah keracunan
  • Terapi profolaksis : ATS, TT, AB spektrum luas
  • Dosis tergantung dari tipe ular dan keparahan gigitan
  • Dosis awal diulang sampai gejala menurun
Daerah yang terkena diukur setiap 30 -60 menit selama 24 jam
Read More...

Cara Pemasangan Endotracheal Tube ( ETT )

Tujuan :
Untuk menegakkan patensi jalan napas
Indikasi
1.    Kebutuhan akan ventilasi mekanik
2.    Kebutuhan akan hiegine pulmoner
3.    Kumungkinan aspirasi
4.    Kemungkinan obstruksi jalan napas bagian atas
5.    Pemberian anastesi

Kontraindikasi :
Tidak ada kontraindikasi yang absolut ; namun demikian edema jalan napas bagian atas yang buruk / fraktur dari wajah dan leher dapat memungkinkan dilakukannya intubasi.

Kemungkinan komplikasi :
1.    Memar, laserasi, dan abrasi
2.    Perdarahn hidung (dengan intubasi nasotrakeal)
3.    Obstruksi jalan napas (herniasi manset, tube kaku)
4.    Sinusitis (dengan nasotrakeal tube)
5.    Ruptur trakeal
6.    Fistula trakeoesofageal.
7.    Muntah dengan aspirasi, gigi copot atau rusak
8.    Distrimia jantung. 
Peralatan :
  1. Endotrakeal (ET) tube dalam berbagai ukuran.
  2. Stylet (sejenis kawat yangdimasukkan kedalam kateter atau kanula dan menjaga kanula tersebut agar tetap kaku/tegak)
  3. Laringoskop, bengkok dan berujung lurus.
  4. Forsep macgill ( hanya untuk intubasi nasotrakeal )
  5. Jelli busa 4x4
  6. Spuit 10 cc
  7. Jalan napas orofaringeal
  8. Resusitasi bag dengan adafter dan masker yang dihubungkan dengan tabung oksigen dan flowmeter.
  9. Peralatan penghisap lendir
  10. Kanul penghisap dengan sarung tangan.
  11. Ujung penghisap tonsil Yankauer.
  12. Plester 1 cm.
  13. Ventilator atau set oksigen.
  14. Restrain.
  15. Mesin monitor jantung/ EKG.
  16. Peralatan henti jantung.
Prosedur :
  1. Ingatkan ahli terapi pernapaan, dan siapkan alat ventilator atau set oksigen seperti yang dianjurkan oleh dokter.
  2. Jelaskan prosedur pada pasien, jika mungkin. Pasang restrain jika diperlukan.
  3. Yakinkan bahwa pasien mendapat terapi intravena yang stabil.
  4. Tempatkan peralatan henti jantung disi tempat tidur.
  5. Periksa untuk meyakinkan bahwa peralatan penghisap (suction) dan ambubag sudah tersedia dan berfungsi dengan baik, hubungkan ujung penghisap Yankauer dan sumbernya.
  6. Jika pasien tidak dalam monitor jantung, hubungkan pada monitor atau EKG.
  7. Pidahkan alas kepala dan tempatka pasien sedekat mungkin dengan bagian atas tempat tidur. Pasien harus dalam posisi sniffing, leher dalam keadaan fleksi dengan kepala ekstensi. Hal ini dapat dicapai dengan menempatkan 2-4 inchi alas kepala di leher belakang bagian bawah.
  8. Tanyakan pada dokter tipe pisau operasi yang harus disiapkan dan ukuran dari ET tube yang akan digunakan.
  9. Hubungkan mata pisau operasi pada laringoskop, dan periksa bola lampu untuk mendapatkan penerangan yang cukup.
  10. Siapkan ET tube, dan kembangkan manset/balonnya untuk mengetahui adanya kebocoran dan pengembangan yang simetris.
  11. Basahi ujung distal dari ET tube dengan jeli anestetik.
  12. Masukkan stylet ke dalam tube, yakinkan untuk tidak menonjol keluar dari ujung ET tube.
  13. Persiapkan untuk memberikan obat-obatan intravena (suksinil-kholin atau diazepam).
  14. Pegang ET tube dengan bagian probe dan stylet pada tempatnya, laringoskop dengan mata pisau terpasang, jalan napas orofaringeal ke arah dokter.
  15. Observasi dan berikandukungan pada pasien. Pertahankan terapi intravena dan awasi adanya disritmia. 
  16. Berikan tekanan pada krikoid selama intubasi endotrakeal untuk melindungi regurgitasi isilambung. Temukan kartilago krikoid dengan menekan raba tepat dibawah kartilago tiroid (adam apple). Bagian inferior yang menonjol ke arah kartilago adalah krikoid kartilago. Berikan tekanan pada bagian anterolateral dari kartilago tepat sebelah lateral dari garis tengah, gunakan ibu jari dan jari telunjuk. Pertahankan tekanan sampai manset endotrakeal dikembangkan.
  17. Setelah ET tube pada tempatnya, kembangkan manset dengan isi yang minimal sebagai berikut : Selama inspirasi (bag resusitasi manual / ventilator), masukan dengan perlahan udara ke garis manset. Tahan manset yang sudah dikembangkan selama siklus ekspirasi --> Ulangi dengan perlahan pengembangan manset  selama siklus inspirasi tambahan --> Akhiri mengembangkan manset bila kebocoran sudah terhenti.
  18. Lakukan penghisapan dan ventilasi.
  19. Untuk memeriksa posisi ET tube, ventilasi dengan bag dan lakukan auskultasi bunyi napas. Observasi penyimpangan bilateral dada.
  20. Fiksasi ETT pada tempatnya dengan langkah sebagai berikut: Bagi pasien dengan intubasi oral yang bergigi lengmanset, ( jika jalan napas oral-faringeal yang digunakan, ini harus dipendekkan sehinggga tidak masuk kedalam faring posterior) --> Bagi dua lembar plester, sebuah dengan panjang  hampir 20-24 cm dan yang lain sekitar 14-16 cm (cukup untuk mengelilingi kepala pasien dan melingkari sekitar ETT beberapa waktu) --> Letakkkan plester dengan panjang 20-24 cm pada daerah yang rata, tegakkan sisinya keatas, dan balikkan kearah plester dengan panjang 14-16 cm --> Oleskan kapur harus pada daerah sekitar mulut --> Tempatkan plester disamping leher pasien -- > Letakkan  satu ujung plester menyilang diatas bibir, kemudian ujungnya mengitari ETT pada titik kearah mulut --> Letakkan ujung yang lain dibawah bibir bawah menyilang dagu, kemudian ujungnya mengitari ETT pada titik masuk ke mulut --> Lakukan auskultasi dada bilateral.
Tindak lanjut
1.    Pastikan bahwa ETT telah terfiksasi dengan baik dan pasien mendapatkan ventilasi yang adekuat.
2.    Kaji sumber oksigen atau ventilator.
3.    Instruksikan untuk melakukan rontgen dada portable untuk memeriksa letak ETT
4.    Yakinkan dan beri srasa nyaman pasien.

 Sumber : 

MANCINI, Mary E. Pedoman praktis prosedur keperawatan darurat = Pocket manual of emergency
   nursing procedures / Mary   E. Mancini R. N.
Read More...

Pengertian dan Penyebab Alergi




Pengertian dan Penyebab Alergi 
Apa itu alergi? Dalam dunia kesehatan, Pengertian Alergi adalah suatu reaksi yang berlebihan dari tubuh terhadap partikel-partikel tertentu dari luar yang memasuki tubuh. Istilah alergi pertama kali digunakan dalam dunia kedokteran pada tahun 1906 oleh Clemens von Pirquet, seorang dokter anak di Austria. Pirquet melihat alergi ini adalah sebagai suatu reaksi yang aneh dari tubuh. Alergi sebenarnya adalah hasil dari respon tubuh terhadap partikel-partikel asing yang masuk ke dalam tubuh. Tubuh mengadakan reaksi terhadap partikel-partikel asing tersebut melalui sistem kekebalan dan daya tahan tubuh seperti ketika penyakit memasuki tubuh, padahal sebenarnya partikel asing yang masuk itu bukanlah penyakit dan tidak membahayakan tubuh. Reaksi tubuh yang berlebihan ini malah membuat tubuh menjadi sakit.
Organ tubuh terhadap partikel asing yang baru memasuki tubuh menjadi sangat sensitif sekali. Ketika partikel asing itu kembali melakukan kontak dengan tubuh pada kontak berikutnya, sistem pertahanan tubuh pun akan segera langsung mengenalinya dan dianggap sebagai penyakit dan harus dilawan. Tubuh mengadakan perlindungan diri dan melawan partikel-partikel asing yang memasukinya. Akibat perlawanan dari dalam tubuh inilah biasanya timbul reaksi alergi pada seseorang.
 
Penyebab Alergi
Umumnya disebabkan partikel-partikel yang menimbulkan alergi masuk ke dalam tubuh dan kemudian menimbulkan reaksi. Partikel-partikel penyebab alergi ini dalam dunia kesehatan sering disebut Allergen. Allergen penyebab alergi ini biasanya berasal dari berbagai sumber yang ada dilingkungan, seperti: serbuk-serbuk sari tanaman, bulu-bulu hewan, racun dari serangga, ataupun bahan-bahan makanan seperti susu, telur, kacang-kacangan, dll. Dapat pula faktor allergen itu dari bahan-bahan kimia, seperti pewangi, sabun, bedak, obat-obatan, maupun logam, seperti kelang, kalung ataupun anting-anting. Di samping itu faktor lingkungan penyebab alergi seperti: polusi udara dan terkadang rokok juga dapat menyebabkan alergi pada seseorang.
Partikel-partikel penyebab alergi dapat masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara, seperti:
  • Melalui saluran pernapasan: Pada saat bernapas, disamping menghirup Oksigen, dapat juga menghirup partikel-partikel lain yang ada di udara.
  • Melalui makanan: Ketika tubuh mengonsumsi makanan atau pun obat-obatan, kemungkinan faktor allergen pun bisa masuk melalui saluran pencernaan di dalam tubuh, dan kemudian menyatu dengan aliran darah dan bisa meransang timbulnya alergi.
  • Melalui sentuhan dengan kulit: Ketika penyebab alergi bersentuhan dengan kulit, maka kulit pada orang yang sensitif itu pun akan bereaksi. Hal ini terjadi karena saat kulit bersentuhan dengan faktor allergen, partikel-partikel itu diserap oleh kulit dan masuk ke dalam tubuh.
  • Melalui suntukan ke tubuh: Reaksi yang paling berat terjadi adalah ketika allergen penyebab alergi ini secara tidak sengaja disuntikkan ke tubuh dan mendapat akses langsung ke dalam aliran darah.
Sumber :
  • Graha, Chairinniza. 2010. 100 Questions & Answers: Alergi pada Anak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 
Read More...